SEJARAH
Kuda Gepang
(Kuda Gipang) adalah
tarian tradisional masyarakat Banjar yang terbilang mulai langka. Beberapa
pelaku seni yang masih memainkan tari ini terdapat di Kecamatan Padang Batung,
Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan.
Beberapa waktu lalu kesenian tari Kuda Gepang dari Padang Batung ikut memeriahkan Pawai Budaya Festival Pasar Terapung. “Saparundutan nang main ini kada urang lain,” ujar seorang anggota Sanggar Tari Tunas Muda, Padang Batung. Maksudnya, semua penari Kuda Gepang bukan orang lain, tapi berasal dari satu keluarga besar. Penari Kuda Gepang termuda Farida, 3 tahun 7 bulan, ikut pawai bersama saudara-saudara sepupu, saudara-saudara orangtuanya, hingga kakeknya.
Bagi mereka yang biasa menyaksikan Kuda Lumping, mungkin akan heran melihat gaya penari Kuda Gepang Banjar yang tidak menunggang kudanyanya, melainkan dikepit di ketiak. Kenapa demikian?
Menurut cerita, itu karena raja Banjar zaman dulu sakti-sakti. Alkisah, Lambung Mangkurat berlayar ke Jawa dengan kapal Prabayaksa untuk menemui Raja Majapahit. Di sana ia disambut oleh Gajah Mada dan kemudian diantar bertemu Raja Majapahit.
Seminggu di istana, Lambung Mangkurat berniat pamit pulang ke Negara Dipa. “Wayah parpisahan raja Majapahit mambari saikung kuda putih nang ganal lagi gagah, kuda nitu paling harat di karajaan Majapahit,” tulis budayawan Syamsiar Seman dalam bukunya Burung Karuang, Basa Banjar Gasan SD Kelas 3. Maksudnya, saat perpisahan raja Majapahit memberikan hadiah seekor kuda besar berwarna putih dan gagah, kuda terbaik di kerajaan Majapahit.
Tumenggung Tatah Jiwa, pengiring Lambung Mangkurat menyarankan agar sebelum dimasukkan ke kapal Prabayaksa, kuda pemberian raja Majapahit itu dicoba dulu ditunggang untuk mengetahui kehebatannya.
Beberapa waktu lalu kesenian tari Kuda Gepang dari Padang Batung ikut memeriahkan Pawai Budaya Festival Pasar Terapung. “Saparundutan nang main ini kada urang lain,” ujar seorang anggota Sanggar Tari Tunas Muda, Padang Batung. Maksudnya, semua penari Kuda Gepang bukan orang lain, tapi berasal dari satu keluarga besar. Penari Kuda Gepang termuda Farida, 3 tahun 7 bulan, ikut pawai bersama saudara-saudara sepupu, saudara-saudara orangtuanya, hingga kakeknya.
Bagi mereka yang biasa menyaksikan Kuda Lumping, mungkin akan heran melihat gaya penari Kuda Gepang Banjar yang tidak menunggang kudanyanya, melainkan dikepit di ketiak. Kenapa demikian?
Menurut cerita, itu karena raja Banjar zaman dulu sakti-sakti. Alkisah, Lambung Mangkurat berlayar ke Jawa dengan kapal Prabayaksa untuk menemui Raja Majapahit. Di sana ia disambut oleh Gajah Mada dan kemudian diantar bertemu Raja Majapahit.
Seminggu di istana, Lambung Mangkurat berniat pamit pulang ke Negara Dipa. “Wayah parpisahan raja Majapahit mambari saikung kuda putih nang ganal lagi gagah, kuda nitu paling harat di karajaan Majapahit,” tulis budayawan Syamsiar Seman dalam bukunya Burung Karuang, Basa Banjar Gasan SD Kelas 3. Maksudnya, saat perpisahan raja Majapahit memberikan hadiah seekor kuda besar berwarna putih dan gagah, kuda terbaik di kerajaan Majapahit.
Tumenggung Tatah Jiwa, pengiring Lambung Mangkurat menyarankan agar sebelum dimasukkan ke kapal Prabayaksa, kuda pemberian raja Majapahit itu dicoba dulu ditunggang untuk mengetahui kehebatannya.
Tiga kali Lambung Mangkurat mencoba menunggang
kuda itu, kuda itu selalu lumpuh. Akhirnya, Lambung Mangkurat mengeluarkan
kesaktiannya, memejamkan matanya, lalu memeluk tubuh kuda itu. Badan Lambung
Mangkurat bertambah besar, sementara tubuh kuda tampak mengecil.
“Kuda itu dikacak Lambung Mangkurat, dikapit di
katiak, tarus dibawa masuk kapal si Prabayaksa,” tulis Syamsiar lagi. Artinya,
kuda itu dipegang Lambung Mangkurat, dikepit di ketiak, lalu dibawa naik ke
kapal si Prabayaksa. Kapal Prabayaksa pun berlayar pulang ke Banjar Negara
Dipa. Sejak itu lah hingga kini kesenian tari Kuda Gepang kudanya dijepit di
ketiak.Tidak Ada Unsur Magic
TARI Kuda Gepang ini sangat mirip dengan salah satu permainan yang ada di pulau Jawa, yakni Kuda Lumping. Namun ada beberapa perbedaan antara tari Kuda Gepang dengan Kuda Lumping.
Salah seorang Budayawan Kalsel, Drs Mukhlis Maman mengatakan ada beberapa perbedaan mendasar antara permainan Kuda Lumping dengan tari Kuda Gepang.
Dia menjelaskan, perbedaan dapat dilihat dari segi cara menggunakan properti, busana yang digunakan, maupun musik penggiringnya.
Jika diperhatikan dengan seksama, properti yang dibuat menyerupai kuda, antara Kuda Lumping dengan Kuda Gepang akan berbeda.
Punggung Kuda Gepang tidak dalam lekukannya, sementara Kuda Lumping lebih dalam. Hal ini berkaitan dengan cara penggunaannya. Kuda Lumping dimainkan dengan cara ditunggangi.
Sementara Kuda Gepang hanya dijepit pada bagian ketiak oleh para penarinya. Kemudian untuk musik penggiringnya, Kuda Gepang selalu diiringi dengan musik gamelan Banjar dan busana yang digunakan adalah pakaian kida-kida.
Selain berbeda propertinya, buasana yang digunakan dan musik penggiringnya, ternyata ada hal yang mendasar, yang menjadi perbedaan antara Kuda Lumping dengan Kuda Gepang.
"Cara menampilkannya, jika Kuda Lumping selalu menampilkan unsur magic, maka Kuda Gepang tidak demikian," ujar Mukhlis.
Selain itu, lanjutnya, penari Kuda Gepang selalu berperan sebagai seorang penari. Makanya dia tidak seperti pemain Kuda Lumping, yang suka memakan beling dan lain sebagainya.
Sumber : TribunNwes.com, Kabarbanjarmasin.com, google image dan Muhammad Syaputra