Menurut mitologi rakyat pesisir Kalimantan seorang raja haruslah keturunan raja puteri ini sehingga raja-raja Kalimantan mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Beberapa kerajaan di Kalimantan Barat juga mengaku sebagai keturunan Puteri Junjung Buih. Dalam tradisi Kerajaan Kutai, Putri Junjung Buih/Putri Junjung Buyah merupakan isteri kedua dari Aji Batara Agung Dewa Sakti Raja Kutai Kartanegara ke-1.
Menurut Drg Marthin Bayer, Puteri Junjung Buih adalah sama dengan Kameloh Putak Janjulen Karangan yang dikenal dalam masyarakat Dayak. Puteri Lela Menchanai yang berasal dari Jawa (tahun 1524), adalah permaisuri Sultan Bolkiah dari Brunei menurut legenda suku Kedayan dipercaya berasal dari buih lautan (mirip cerita Putri Junjung Buih yang keluar dari buih di sungai).
Dalam Perang Banjar, salah seorang puteri dari Panembahan Muda Aling yang bernama Saranti diberi gelar Poetri Djoendjoeng Boewih.
Putri
Junjung Buih merupakan sosok yang tidak asing di Kalimantan Selatan dan
wilayah sekitarnya. Tapi siapa sesungguhnya Putri Junjung Buih masih
belum jelas hingga sekarang. Riwayat hidupnya diselimuti kisah legenda.
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Putri
Junjung Buih merupakan sosok yang tidak asing di Kalimantan Selatan dan
wilayah sekitarnya. Tapi siapa sesungguhnya Putri Junjung Buih masih
belum jelas hingga sekarang. Riwayat hidupnya diselimuti kisah legenda.
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Putri
Junjung Buih merupakan sosok yang tidak asing di Kalimantan Selatan dan
wilayah sekitarnya. Tapi siapa sesungguhnya Putri Junjung Buih masih
belum jelas hingga sekarang. Riwayat hidupnya diselimuti kisah legenda.
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa. - See more at: http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Lukisan
Putri Junjung Buih karya M Husni Thambrin. Foto: Yudi Yusmili - See
more at:
http://www.kabarbanjarmasin.com/posting/siapa-putri-junjung-buih.html#sthash.rg2ovx8i.dpuf
Lukisan Putri Junjung Buih karya M Husni Thambrin. Foto: Yudi Yusmili
Putri Junjung Buih merupakan sosok yang tidak asing di Kalimantan Selatan dan wilayah sekitarnya. Tapi siapa sesungguhnya Putri Junjung Buih masih belum jelas hingga sekarang. Riwayat hidupnya diselimuti kisah legenda.
Junjung Buih pernah menjadi nama sebuah plaza di Kota Banjarmasin pada tahun 1990-an. Plaza Junjung Buih menempati bangunan di Hotel Kalimantan Jalan Pangeran Samudera. Plaza itu lenyap seiring pasca meletusnya kerusuhan Jumat 23 Mei 1997. Bangunan Hotel Kalimantan tetap ada walau berganti-ganti nama menjadi Hotel Arum, dan kini bernama Hotel A. Di lokasi sekitar hotel ini berdiri pada tahun 1980-an terdapat klinik kesehatan milik tentara yang juga bernama Junjung Buih.
Siapa Putri Junjung Buih? Dalam Hikayat Banjar ia dikenal sebagai suami Pangeran Suryanata. Konon, Putri Junjung Buih adalah raja putri pertama di Kalimantan. Menurut silsilah raja-raja Banjar versi legenda daerah, Putri Junjung Buih adalah anak Nabi Khaidir. Sementara sang suami, Pangeran Suryanata adalah anak Raja Agung Iskandar Zulkarnain (Alaxander the Great, raja Makedonia).
Versi cerita rakyat, kemunculan Putri Junjung Buih ke dunia pun bak dongeng. Ia ditemukan dan muncul dari atas buih melalui hasil pertapaan Lambung Mangkurat, Patih Kerajaaan Negara Dipa. Dari kejadian inilah lalu ia mendapat nama Putri Junjung Buih. Masyarakat di Desa Balukung, Kecamatan Bakumpai, Kabupaten Barito Kuala mempercayai ulakan (pusaran air) di daerah mereka adalah merupakan tempat kemunculan sang putri.
Versi yang lebih mudah dicerna akal diungkapkan oleh Anggraini Antemas dalam bukunya “Orang2 Terkemuka dalam Sedjarah Kalimantan. Ia menyebutkan ratu berparas cantik dan sewaktu kecil bernama Galuh Cipta Sari ini lahir di suatu kampung bernama Bangkiling, Kabapaten Tabalong.
“Masih gelap sebenarnya asal usul sejarah kelahiran putri ini. Tiada diketahui tahun kelahirannya dan siapa orangtuanya,” demikian Anggraini. Ia memperkirakan Junjung Buih lahir sekitar tahun 1280.
Junjung Buih dipelihara oleh nenek tua bernama Ning Bangkiling. Semasa kanak-kanak ia mempunyai saudara angkat namanya Indung Sijarang dan Pujung, putri dan putra Ning Bangkiling.
Ketiga orang anak ini kemudian dibawa oleh orangtuanya dari Kampung Bangkiling ke pedusunan Balangan yang terletak di lembah gunung Batu Piring. Gunung Batu Piring tak berapa jauh dari Paringin, ibukota Balangan. Di sinilah mereka dibesarkan.
Pada suatu hari ketika Galuh Cipta Sari sedang mandi dan mencuci di Sungai Balangan, tiba-tiba ia tergelincir dan terjatuh ke dalam air. Ia hanyut dan dibawa arus. Lambung Mangkurat yang sedang bersemedi untuk mencari seorang raja akhirnya menemukan gadis yang hanyut terbawa arus itu. Ketika ditemukan oleh Lambung Mangkurat, Galuh Cipta Sari terapung-apung di sungai, diselubungi oleh buih besar.
Ada beberapa permintaan dan syarat yang harus dipenuhi oleh Lambung Mangkurat sebelum ia boleh membawa putri tersebut ke darat. Antara lain: Galuh Cipta Sari minta dibuatkan mahligai yang tiang utamanya dari batung batulis (bambu bersurat), kain langgundi yang ditenun oleh 40 dara di Candi.
Setelah segala permintaannya dipenuhi, Galuh Cipta Sari bersedia dibawa Lambung Mangkurat ke keraton Negara Dipa. Galuh Cipta Sari kemudian dinobatkan menjadi raja, sesuai amanat almarhum ayah Lambung Mangkurat. Namanya diubah menjadi Putri Jung Buih yang artinya putri tersebut ditemukan di dalam sebuah buih raksasa.
Terimakasih saya ucapkan kepada anda yang telah berkunjung dan membaca cerita ini, Mudahan cerita ini bermanfaat dan lebih menambah pengetahuan sejarah di Kalimantan Selatan. wassalam
Sumber : Wikipedia dan KabarBanjarmasin.com
Sejujurnya, saya sangat penasaran tentang siapa sebenarnya tokoh Ngabehi Hileer yang disebut sebagai Ayah dari Putri Junjung Buih, sayangnya tidak ada penjelasan. Saya juga sudah mencoba mencari informasinya di sumber-sumber lain, namun belum berhasil menemukan satupun.
BalasHapus